Sabtu, 17 November 2012

Pola Asuh Orang tua


1.      Pengertian Pola Asuh Orangtua
Pola asuh adalah segala bentuk interaksi antara orangtua dan anak yang mencakup ekspresi atau pernyataan orangtua akan sikap, nilai, minat dan harapan – harapan dalam mengasuh anak serta memenuhi kebutuhan anak Maccoby dalam (Yusuf, 2010).
Sementara itu Gunarsa dalam (Yusuf, 2010) bahwa pola asuh merupakan cara orangtua bertindak sebagai orangtua terhadap anak-anaknya di mana mereka melakukan serangkaian usaha aktif.
Berdasarkan uraian pengertian di atas maka yang dimaksud dengan pola asuh dalam penelitian ini adalah cara orangtua bertindak sebagai suatu aktivitas kompleks yang melibatkan banyak perilaku spesifik seara individual atau bersama-sama sebagai serangkaian usaha aktif untuk mengarahkan anaknya.
2.      Dimensi Pola Asuh Orangtua
Baumrind dalam (Maccoby, 1980) menyatakan bahwa pola asuh orangtua memiliki dua dimensi, yaitu :
a.                   Dimensi Kontrol
Dimensi ini berhubungan dengan sejauhmana orangtua mengharapkan dan menuntut kematangan serta prilaku yang bertanggung jawab dari anak. Dimensi kontrol memiliki indikator, yaitu :
1)                  Pembatasan (Restrictiveness)
Pembatasan merupakan suatu pencegahan atas suatu hal yang ingin dilakukan anak.Keadaan ini ditandai dengan banyaknya larangan yang dikenakan pada anak. Orangtua cenderung memberikan batasan – batasan terhadap tingkah laku atau kegiatan anak tanpa disertai penjelasan mengenai apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, sehingga anak dapat menilai pembatasan – pembatasan tersebut sebagai penolakan orangtua atau pencerminan bahwa orangtua tidak mencintainya.
2)                  Tuntutan (Demandingeness)
Secara umum dapat dikatakan bahwa adanya tuntutan berarti orangtua mengharapkan dan berusaha agar anak dapat memenuhi standar tingkah laku, sikap serta tanggung jawab sosial yang tinggi atau yang telah ditetapkan. Tuntutan yang diberikan oleh orangtua akan bervariasi dalam hal sejauh mana orangtua menjaga, mengawasi atau berusaha agar anak memenuhi tuntutan tersebut.
3)                  Sikap Ketat (Strictness)
Aspek ini dikaitkan dengan sikap orangtua yang ketat dan tegas menjaga anak agar selalu mematuhi aturan dan tuntutan yang diberikan oleh orangtuanya.Orangtua tidak menginginkan anaknya membantah atau tidak menghendaki keberatan – keberatan yang diajukan anak terhadap peraturan – peraturan yang telah ditentukan.
4)                  Campur Tangan (Intrusiveness)
Campur tangan orangtua dapat diartikan dapat diartikan sebagai intervensi yang dilakukan orangtua terhadap rencana – rencana anak, hubungan interpersonal anak atau kegiatan lainnya.Menurut Seligman, 1975 (dalam Maccoby, 1980), orangtua yang selalu turut campur dalam kegiatan anak menyebabkan anak kurang mempunyai kesempatan untuk mengembangkan diri sehingga anak memiliki perasaan bahwa dirinya tidak berdaya. Anak akan berkembang menjadi apatis, pasif, kurang inisiatif, kurang termotivasi, bahkan mungkin dapat timbul perasaan depresif.
5)                  Kekuasaan yang Sewenang – wenang (Arbitrary exercise of fower) 
Orangtua yang menggunakan kekuasaan sewenang – wenang, memiliki kontrol yang tinggi dalam menegakan aturan – aturan dan batasan – batasan.Orangtua merasa berhak menggunakan hukuman bila tingkah laku anak tidak sesuai dengan yang diharapkan.Selain itu, hukuman yang diberikan tersebut tanpa disertai dengan penjelasan mengenai letak kesalahan anak. Baumrind , 1977 (dalam Maccoby, 1980) menyatakan bahwa orangtua yang menerapkan kekuasaan yang sewenang – wenang, maka anaknya memiliki kelemahan dalam mengadakan hubungan yang positif dengan teman sebayanya, kurang mandiri, dan menarik diri.
b.                  Dimensi Kehangatan
Maccoby, 1980 menyatakan bahwa kehangatan merupakan aspek yang penting dalam pengasuhan anak karena dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kehidupan keluarga. Dimensi kehangatan memiliki beberapa indikator, yaitu : (1) Perhatian orangtua terhadap kesejahteraan anak, (2) Responsifitas orangtua terhadap kebutuhan anak, (3) Meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan bersama dengan anak, (4) Menunjukan rasa antusias pada tingkah laku yang ditampilkan anak, serta (5) Peka terhadap kebutuhan emosional anak.
3.      Kategori Pola Asuh Orangtua
Baumrind Maccoby dalam (Syamsu Yusuf, 2010). Membagi pola asuh orangtua ke dalam tiga kategori, yaitu :
a.                   Demokratis
Orangtua yang dikategorikan ke dalam pola asuh Demokratis adalah orangtua yang berusaha untuk mengarahkan anak agar dapat bertingkah laku secara rasional, dengan memberikan penjelasan terlebih dahulu pada anak. Orangtua memberikan penjelasan mengenai tuntutan dan disiplin yang ditetapkan, tetapi tetap menggunakan wewenangnya atau memberikan hukuman jika dianggap perlu. Orangtua memberlakukan serangkaian standar dan peraturan yang dilakukan secara sungguh – sungguh dan konsisten. Orangtua Demokratis menggunakan kontrol yang tinggi disertai kehangatan yang tinggi.
Orangtua bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan pendapatnya serta memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk (Baumrind, dalam Yusuf, 2002). Demokratis menekankan suatu cara yang rasional, berorientasi kepada isu “memberi dan menerima”, yang dapat menghasilkan persesuaian yang masuk akal tanpa kehilangan otonomi dan keasertifan (Baumrind, dalam Friedman, 1998).
b.                  Otoriter
Orangtua yang dikategorikan ke dalam pola asuh Otoriter adalah orangtua yang berusaha untuk membentuk, mengendalikan, den mengevaluasi sikap serta tingkah laku anak berdasarkan standar yang mereka buat, dan pengontrolan terhadap tingkah laku anak melalui pemberian hukuman. Orangtua mementingkan kepatuhan dan adanya rasa hormat dari anak. Anak juga tidak diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat, perasaan serta keinginannya pada orangtua. Orangtua Otoriter menggunakan kontrol yang tinggi disertai kehangatan yang rendah.
Orangtua suka menghukum secara fisik, memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi, bersikap kaku, cenderung emosional dan bersikap menolak (Baumrind, dalam Yusuf, 2010). Orangtua menekankan terhadap aturan – aturan dan otoritasnya. (Baumrind, dalam Friedman, 1998).
c.                   Permisif
Orangtua yang dikategorikan ke dalam pola asuh Permisif adalah orangtua yang berusaha untuk menerima, memberikan respon yang positif terhadap tindakan impulsif, keinginan dan tingkah laku anak dengan memberlakukan kontrol yang longgar.Selain itu, orangtua memberikan sedikit tuntutan dan tanggung jawab pada anak dirumah, mengizinkan anak untuk mengatur seluruh aktivitas yang dapat dilakukannya, menghindari latihan berupa pengontrolan terhadap anak dan berusaha untuk memberikan penjelasan dan mengesampingkan kewenangannya sebagai orangrua dengan harapan mendapatkan suatu keputusan yang obyektif.
Orangtua permissive menggunakan kontrol yang rendah disertai kehangatan yang tinggi.Orangtua menerapkan disiplin yang tidak konsisten dan jarang menghukum anak karena kebanyakan perilaku anak bisa diterima oleh orangtua.

4.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
               Hurlock (2003) mengemukakan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi orangtua dalam memilih pola asuh, yaitu :
1)   Hereditas
           Hereditas atau keturunan merupakan aspek individu yang bersifat bawaan dn memiliki potensi untuk berkembang. Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai totalitas karakteristik individu yang diwariskan orangtua kepada anak, atau segala potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma) sebagai pewarisan dari pihak orangtua melalui gen – gen (Yusuf, 2010). Adapun yang diturunkan orangtua kepada anaknya adalah sifat strukturnya bukan tingkah laku yang diperoleh sebagai hasil belajar atau pengalaman (Yusuf  2010).


2)   Lingkungan 
           Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan lingkungan yang kurang baik akan menghambatnya (Soetjiningsih, 1999).
a.                Pola Asuh Orangtua
                       Anak dilahirkan belum bersifat sosial, sehingga dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Oleh karena itu anak harus belajar tentang cara – cara berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman berinteraksi dengan orang – orang dilingkungannya terutama lingkungan keluarga karena dalam keluargalah anak mendapat pengalaman sosial yang pertama (Yusuf 2006).
b.               Kesamaan pola asuh masa lalu orangtua
                       Bila orangtua merasa bahwa orangtua mereka berhasil mendidik mereka dangan baik, mereka akan menggunakan teknik yang serupa dalam menddidik anaknya. Jika mereka merasa teknik yang digunakan orangtua mereka salah, maka biasanya mereka beralih ke teknik yang berlawanan.


c.                Usia orangtua
                       Orangtua yang usianya lebih muda cenderung lebih demokratis (Authoritative) dibandingkan dengan orangtua yang lebih tua. Semakin kecil perbedaan usia antara orangtua dan anak, maka semakin kecil pula perbedaan dan perubahan budaya dalam kehidupan mereka sehingga akan membuat orangtua lebih memahami tentang anaknya. 
d.               Pelatihan bagi orangtua
            Orangtua yang telah mengikuti pelatihan mengenai pengasuhan anak, lebih mengerti tentang anak – anak dan kebutuhannya. Kebanyakan orangtua menggunakan pola asuh yang demokratis dibandingkan orangtua yang tidak mendapat pelatihan.
e.                Jenis kelamin orangtua
            Perempuan (ibu) pada umumnya lebih mengerti tentang anak dan kebutuhannya, maka mereka cenderung kurang Authoritarian
f.                Status sosial ekonomi
            Orangtua kelas ekonomi kebawah cenderung lebih keras, memaksa, dan kurang toleran dibandingkan orangtua dari kelas atas, tetapi mereka lebih konsisten.
g.               Pengetahuan (Intelektual)
            Orangtua yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah cenderung lebih Neglectful, dibandingkan orangtua yang mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi, Semakin tinggi tingkat pengetahuan orangtua tentang pengetahuan pola asuh anak, maka semakin tinggi pula cara orangtua memahami tentang anaknya(Yusuf, 2006).
h.               Konsep mengenai peran orangtua
                       Orangtua yang memiliki konsep tradisional mengenai peran orangtua, cenderung lebih Authoritarian dibandingkan orangtua yang telah menganut konsep modern.
i.                 Jenis kelamin anak
            Orangtua pada umumnya lebih keras terhadap anak perempuan dibandingkan terhadap anak laki – laki
j.                 Usia anak
            Pola asuh Authoritarian lebih banya digunakan untuk mendidik anak pada usia lebih  anak – anak. Kebanyakan orangtua merasa bahwa anak – anak tidak dapat mengerti terhadap penjelasan orangtua, sehingga orangtua memusatkan perhatiannya pada pengendalian Authoritarian.
k.               Situasi 
            Seorang anak yang mengalami ketakutan dan kecemasan biasanya tidak diberi hukuman oleh orangtua, sedangkan yang sikap anak yang menentang, negativisme dan agresi kemungkinan lebih mendorong pada pengendalian yang Authoritarian.

7 komentar: