1.
Pengertian
Pola Asuh Orangtua
Pola asuh adalah segala bentuk interaksi
antara orangtua dan anak yang mencakup ekspresi atau pernyataan orangtua akan
sikap, nilai, minat dan harapan – harapan dalam mengasuh anak serta memenuhi
kebutuhan anak Maccoby dalam (Yusuf, 2010).
Sementara itu Gunarsa dalam (Yusuf,
2010) bahwa pola asuh merupakan cara orangtua bertindak sebagai orangtua
terhadap anak-anaknya di mana mereka melakukan serangkaian usaha aktif.
Berdasarkan uraian pengertian di atas
maka yang dimaksud dengan pola asuh dalam penelitian ini adalah cara orangtua
bertindak sebagai suatu aktivitas kompleks yang melibatkan banyak perilaku
spesifik seara individual atau bersama-sama sebagai serangkaian usaha aktif
untuk mengarahkan anaknya.
2.
Dimensi
Pola Asuh Orangtua
Baumrind dalam (Maccoby, 1980)
menyatakan bahwa pola asuh orangtua memiliki dua dimensi, yaitu :
a.
Dimensi Kontrol
Dimensi
ini berhubungan dengan sejauhmana orangtua mengharapkan dan menuntut kematangan
serta prilaku yang bertanggung jawab dari anak. Dimensi kontrol memiliki indikator,
yaitu :
1)
Pembatasan (Restrictiveness)
Pembatasan
merupakan suatu pencegahan atas suatu hal yang ingin dilakukan anak.Keadaan ini
ditandai dengan banyaknya larangan yang dikenakan pada anak. Orangtua cenderung
memberikan batasan – batasan terhadap tingkah laku atau kegiatan anak tanpa
disertai penjelasan mengenai apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh
dilakukan, sehingga anak dapat menilai pembatasan – pembatasan tersebut sebagai
penolakan orangtua atau pencerminan bahwa orangtua tidak mencintainya.
2)
Tuntutan (Demandingeness)
Secara
umum dapat dikatakan bahwa adanya tuntutan berarti orangtua mengharapkan dan
berusaha agar anak dapat memenuhi standar tingkah laku, sikap serta tanggung
jawab sosial yang tinggi atau yang telah ditetapkan. Tuntutan yang diberikan
oleh orangtua akan bervariasi dalam hal sejauh mana orangtua menjaga, mengawasi
atau berusaha agar anak memenuhi tuntutan tersebut.
3)
Sikap Ketat (Strictness)
Aspek
ini dikaitkan dengan sikap orangtua yang ketat dan tegas menjaga anak agar
selalu mematuhi aturan dan tuntutan yang diberikan oleh orangtuanya.Orangtua
tidak menginginkan anaknya membantah atau tidak menghendaki keberatan –
keberatan yang diajukan anak terhadap peraturan – peraturan yang telah
ditentukan.
4)
Campur Tangan (Intrusiveness)
Campur
tangan orangtua dapat diartikan dapat diartikan sebagai intervensi yang
dilakukan orangtua terhadap rencana – rencana anak, hubungan interpersonal anak
atau kegiatan lainnya.Menurut Seligman, 1975 (dalam Maccoby, 1980), orangtua
yang selalu turut campur dalam kegiatan anak menyebabkan anak kurang mempunyai
kesempatan untuk mengembangkan diri sehingga anak memiliki perasaan bahwa
dirinya tidak berdaya. Anak akan berkembang menjadi apatis, pasif, kurang
inisiatif, kurang termotivasi, bahkan mungkin dapat timbul perasaan depresif.
5)
Kekuasaan yang Sewenang – wenang (Arbitrary exercise of fower)
Orangtua
yang menggunakan kekuasaan sewenang – wenang, memiliki kontrol yang tinggi
dalam menegakan aturan – aturan dan batasan – batasan.Orangtua merasa berhak
menggunakan hukuman bila tingkah laku anak tidak sesuai dengan yang
diharapkan.Selain itu, hukuman yang diberikan tersebut tanpa disertai dengan
penjelasan mengenai letak kesalahan anak. Baumrind , 1977 (dalam Maccoby, 1980)
menyatakan bahwa orangtua yang menerapkan kekuasaan yang sewenang – wenang,
maka anaknya memiliki kelemahan dalam mengadakan hubungan yang positif dengan
teman sebayanya, kurang mandiri, dan menarik diri.
b.
Dimensi Kehangatan
Maccoby,
1980 menyatakan bahwa kehangatan merupakan aspek yang penting dalam pengasuhan
anak karena dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kehidupan
keluarga. Dimensi kehangatan memiliki beberapa indikator, yaitu : (1) Perhatian
orangtua terhadap kesejahteraan anak, (2) Responsifitas orangtua terhadap
kebutuhan anak, (3) Meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan bersama dengan
anak, (4) Menunjukan rasa antusias pada tingkah laku yang ditampilkan anak, serta
(5) Peka terhadap kebutuhan emosional anak.
3.
Kategori
Pola Asuh Orangtua
Baumrind Maccoby dalam (Syamsu Yusuf,
2010). Membagi pola asuh orangtua ke dalam tiga kategori, yaitu :
a.
Demokratis
Orangtua yang dikategorikan ke dalam
pola asuh Demokratis adalah orangtua yang berusaha untuk mengarahkan anak agar
dapat bertingkah laku secara rasional, dengan memberikan penjelasan terlebih
dahulu pada anak. Orangtua memberikan penjelasan mengenai tuntutan dan disiplin
yang ditetapkan, tetapi tetap menggunakan wewenangnya atau memberikan hukuman
jika dianggap perlu. Orangtua memberlakukan serangkaian standar dan peraturan
yang dilakukan secara sungguh – sungguh dan konsisten. Orangtua Demokratis menggunakan
kontrol yang tinggi disertai kehangatan yang tinggi.
Orangtua
bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan
pendapatnya serta memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan
buruk (Baumrind, dalam Yusuf, 2002). Demokratis menekankan suatu cara yang
rasional, berorientasi kepada isu “memberi dan menerima”, yang dapat
menghasilkan persesuaian yang masuk akal tanpa kehilangan otonomi dan
keasertifan (Baumrind, dalam Friedman, 1998).
b.
Otoriter
Orangtua
yang dikategorikan ke dalam pola asuh Otoriter adalah orangtua yang berusaha
untuk membentuk, mengendalikan, den mengevaluasi sikap serta tingkah laku anak
berdasarkan standar yang mereka buat, dan pengontrolan terhadap tingkah laku
anak melalui pemberian hukuman. Orangtua mementingkan kepatuhan dan adanya rasa
hormat dari anak. Anak juga tidak diberikan kesempatan untuk mengemukakan
pendapat, perasaan serta keinginannya pada orangtua. Orangtua Otoriter
menggunakan kontrol yang tinggi disertai kehangatan yang rendah.
Orangtua
suka menghukum secara fisik, memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa
kompromi, bersikap kaku, cenderung emosional dan bersikap menolak (Baumrind,
dalam Yusuf, 2010). Orangtua menekankan terhadap aturan – aturan dan
otoritasnya. (Baumrind, dalam Friedman, 1998).
c.
Permisif
Orangtua yang dikategorikan ke dalam
pola asuh Permisif adalah orangtua yang berusaha untuk menerima, memberikan
respon yang positif terhadap tindakan impulsif, keinginan dan tingkah laku anak
dengan memberlakukan kontrol yang longgar.Selain itu, orangtua memberikan
sedikit tuntutan dan tanggung jawab pada anak dirumah, mengizinkan anak untuk
mengatur seluruh aktivitas yang dapat dilakukannya, menghindari latihan berupa
pengontrolan terhadap anak dan berusaha untuk memberikan penjelasan dan
mengesampingkan kewenangannya sebagai orangrua dengan harapan mendapatkan suatu
keputusan yang obyektif.
Orangtua
permissive menggunakan kontrol yang rendah disertai kehangatan yang
tinggi.Orangtua menerapkan disiplin yang tidak konsisten dan jarang menghukum
anak karena kebanyakan perilaku anak bisa diterima oleh orangtua.
4.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pola Asuh
Hurlock
(2003) mengemukakan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi orangtua
dalam memilih pola asuh, yaitu :
1) Hereditas
Hereditas
atau keturunan merupakan aspek individu yang bersifat bawaan dn memiliki
potensi untuk berkembang. Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi
perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai totalitas
karakteristik individu yang diwariskan orangtua kepada anak, atau segala
potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi
(pembuahan ovum oleh sperma) sebagai pewarisan dari pihak orangtua melalui gen
– gen (Yusuf, 2010). Adapun yang diturunkan orangtua kepada anaknya adalah
sifat strukturnya bukan tingkah laku yang diperoleh sebagai hasil belajar atau
pengalaman (Yusuf 2010).
2) Lingkungan
Lingkungan
merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan.
Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan,
sedangkan lingkungan yang kurang baik akan menghambatnya (Soetjiningsih, 1999).
a.
Pola Asuh Orangtua
Anak dilahirkan belum bersifat
sosial, sehingga dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain.
Oleh karena itu anak harus belajar tentang cara – cara berinteraksi dan
menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui
berbagai kesempatan atau pengalaman berinteraksi dengan orang – orang
dilingkungannya terutama lingkungan keluarga karena dalam keluargalah anak
mendapat pengalaman sosial yang pertama (Yusuf 2006).
b.
Kesamaan pola asuh masa lalu orangtua
Bila orangtua merasa bahwa orangtua
mereka berhasil mendidik mereka dangan baik, mereka akan menggunakan teknik
yang serupa dalam menddidik anaknya. Jika mereka merasa teknik yang digunakan
orangtua mereka salah, maka biasanya mereka beralih ke teknik yang berlawanan.
c.
Usia orangtua
Orangtua yang usianya lebih muda
cenderung lebih demokratis (Authoritative)
dibandingkan dengan orangtua yang lebih tua. Semakin kecil perbedaan usia
antara orangtua dan anak, maka semakin kecil pula perbedaan dan perubahan
budaya dalam kehidupan mereka sehingga akan membuat orangtua lebih memahami
tentang anaknya.
d.
Pelatihan bagi orangtua
Orangtua
yang telah mengikuti pelatihan mengenai pengasuhan anak, lebih mengerti tentang
anak – anak dan kebutuhannya. Kebanyakan orangtua menggunakan pola asuh yang
demokratis dibandingkan orangtua yang tidak mendapat pelatihan.
e.
Jenis kelamin orangtua
Perempuan (ibu) pada umumnya lebih
mengerti tentang anak dan kebutuhannya, maka mereka cenderung kurang Authoritarian
f.
Status sosial ekonomi
Orangtua kelas ekonomi kebawah
cenderung lebih keras, memaksa, dan kurang toleran dibandingkan orangtua dari
kelas atas, tetapi mereka lebih konsisten.
g.
Pengetahuan (Intelektual)
Orangtua yang memiliki tingkat
pengetahuan yang rendah cenderung lebih Neglectful,
dibandingkan orangtua yang mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi, Semakin tinggi
tingkat pengetahuan orangtua tentang pengetahuan pola asuh anak, maka semakin tinggi
pula cara orangtua memahami tentang anaknya(Yusuf, 2006).
h.
Konsep mengenai peran orangtua
Orangtua yang memiliki konsep
tradisional mengenai peran orangtua, cenderung lebih Authoritarian dibandingkan orangtua yang telah menganut konsep
modern.
i.
Jenis kelamin anak
Orangtua
pada umumnya lebih keras terhadap anak perempuan dibandingkan terhadap anak
laki – laki
j.
Usia anak
Pola asuh Authoritarian lebih banya digunakan untuk mendidik anak pada usia
lebih anak – anak. Kebanyakan orangtua
merasa bahwa anak – anak tidak dapat mengerti terhadap penjelasan orangtua,
sehingga orangtua memusatkan perhatiannya pada pengendalian Authoritarian.
k.
Situasi
Seorang anak yang mengalami
ketakutan dan kecemasan biasanya tidak diberi hukuman oleh orangtua, sedangkan
yang sikap anak yang menentang, negativisme dan agresi kemungkinan lebih
mendorong pada pengendalian yang Authoritarian.
boleh tau referensi bukunya gak ya yang untuk si maccoby 1980? makasih sebelumnya
BalasHapusiya, mohon mnta sumber nya yaa
BalasHapusbs minta sumbernya...makasih
BalasHapusboleh donk kenalan ama kamu, klw boleh folow g++ gwa y
BalasHapusbermanfaat sekali, boleh tau sumbernya?
BalasHapusAda daftar pustaka nya?
BalasHapusBisa minta sumberx?
BalasHapusTerima kasih